Nabi Musa ‘alaihis salam memiliki seorang murid yang menemaninya mencari Ilmu. Dia adalah Yusya’ Bin Nun, dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan hikmah kenabian dan mukjizat yang nyata kepadanya. Setelah Nabi Musa ‘alaihis salam wafat, Nabi Yusya’ bin Nun ‘alaihis salam membawa Bani Israil ke luar dari padang pasir. Mereka berjalan hingga menyeberangi sungai Yordania dan akhirnya sampai di kota Jerica.
Kota Jerica adalah sebuah kota yang mempunyai pagar dan pintu gerbang yang kuat. Bangunan-bangunan di dalamnya tinggi-tinggi serta berpenduduk padat. Nabi Yusya’ dan Bani Israil yang bersamanya, mengepung kota tersebut sampai enam bulan lamanya.
Suatu hari, mereka bersepakat untuk menyerbu ke dalam. Diiringi dengan suara terompet dan pekikan takbir, dan dengan satu semangat yang kuat, mereka pun berhasil menghancurkan pagar pembatas kota, kemudian memasukinya. Di situ mereka mengambil harta rampasan dan membunuh dua belas ribu pria dan wanita. Mereka juga memerangi sejumlah raja yang berkuasa. Mereka berhasil mengalahkan sebelas raja dan raja-raja yang berkuasa di Syam. Hari itu hari Jum’at, peperangan belum juga usai, sementara matahari sudah hampir terbenam. Berarti hari Jum’at akan berlalu, dan hari Sabtu akan tiba.
Padahal, menurut syari’at pada saat itu, pada Sabtu dilarang melakukan peperangan. Oleh karena itu Nabi Yusya’ bin Nun berkata: “Wahai matahari, sesungguhnya engkau hanya mengikuti perintah Alloh Subhanahu wa Ta’ala, begitu pula aku. Aku bersujud mengikuti perintahNya. Ya Alloh Subhanahu wa Ta’ala, tahanlah matahari itu untukku agar tidak terbenam dulu!”. Maka Alloh Subhanahu wa Ta’ala menahan matahari agar tidak terbenam sampai dia berhasil menaklukkan negeri ini dan memerintahkan bulan agar tidak menampakkan dirinya.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya matahari itu tidak pernah tertahan tidak terbenam hanya karena seorang manusia kecuali untuk Yusya’. Yakni pada malam-malam dia berjalan ke Baitul Maqdis (untuk jihad).’” (HR: Ahmad dan sanad-nya sesuai dengan syarat Al-Bukhari).
Akhirnya Nabi Yusya’ dan kaumnya berhasil memerangi dan menguasai kota tersebut. Setelah itu Nabi Yusya’ bin Nun memerintahkan kaumnya untuk mengumpulkan harta rampasan perang untuk dibakar. Namun api tidak mau membakarnya. Lalu Beliau meminta sumpah kepada kaumnya. Dan akhirnya diketahui ternyata ada dari kaumnya yang berkhianat dengan menyembunyikan emas sebesar kepala sapi.
Akhirnya orang-orang yang berkhianat mengembalikan apa yang mereka curi dari harta rampasan perang itu. Kemudian dikumpulkan dengan harta rampasan perang lainnya. Barulah kemudian api mau membakarnya.
Demikian syariat yang dibawa oleh Nabi sebelum Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi Wa Sallam. Yaitu tidak boleh mengambil harta rampasan perang. Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan Syariat Nya dengan memperbolehkan bagi Rasululloh Shollallahu ‘alaihi Wa Sallam untuk mengambil rampasan perang agar dapat diambil manfaat yang banyak dari harta rampasan perang itu.
Setelah Baitul Maqdis dapat dikuasai oleh Bani Israil, maka mereka hidup di dalamnya dan di antara mereka ada Nabi Yusya’ yang memerintah mereka dengan Kitab Alloh Subhanahu wa Ta’ala, Taurat, sampai akhir hayatnya. Dia kembali ke hadirat Alloh Subhanahu wa Ta’ala saat berumur seratus dua puluh tujuh tahun, dan masa hidupnya setelah wafatnya Nabi Musa ‘alaihis salam adalah dua puluh tujuh tahun